Bismillahirrahmanirrahim…
Malam ini, aku tak bisa tidur…
Terusik oleh rintihan yang berasal dari dalam pikirku…
Ilusi ku melihat mereka yang mengais debu hingga teristimewakan rasa laparnya, melihat mereka menguras setetes air dari wadah sisa yang kian tandas…
Tidak, ini sama sekali bukan ilusi… tetapi realitas hidup yang mereka emban tanpa bisa menolak… dan lagi-lagi aku melihatnya, siang tadi…
Sebelumnya, maaf… kawan… aku menulis ini bukan ingin mengentaskan pola pikir kawan semua, aku sendiri belum menerima pembelajaran hidup yang maksimal… tapi saat ini aku ingin mencoba membuka mata pada sisi nyata kehidupan. Karena di satu sudut di mana anda berpijak, bisa dipastikan, ada segumulan saudara kita yang tak bisa bermanja di luar sana. Sedang bermain dalam rimba hidup yang kejam. Politik alam yang menjatuhkan diri. Mereka butuh cinta kita…
Belum lagi pantas rasanya aku merasakan kenikmatan yang begitu melimpah di rasa manis oleh badaniahku. Duuhh.. malu rasanya aku merengek pada mama untuk mengganti ponsel atau saat aku ingin mengubek-ngubek outlet Bandung di bulan Juni… lantas teringat aku pada prosentase dualitas hidup yang teramat anjlok… satu sisi penuh dengan kemewahan, dan yang lainnya… penuh… kesengsaraan…
Hhhh…
Rasa nya perih lambung ini mengingat saudaraku termangu dalam kosongnya tatapan, sehingga aku terjaga sebagai tumpuan konsep kemanusiaan. Yaa.. aku.. yang bahkan dalam hidup bisa terhitung baru berapa kali aku mengucap syukur…
Subhanallah…. betapa Kau telah penuhi segala urusanku dengan kemudahan yang sebaik-baiknya…
Selain daripadanya, kepatutanku untuk terbangun dikarenakan sesuatu yang seringkali membuat kantung mataku perih, seperti ada yang mendesak-desak untuk keluar, hingga mengalir dan aku pun puas…
Tapi sayang, tak pernah bisa ia mengalir lagi, setidaknya untuk saat ini. Karena semakin lama dipikir, semakin aku menyadari, apa gunanya menangis bila kau tidak bisa membuat perubahan?? Perubahan pada sesuatu yang lazim di temui di masa sekarang ini?? Perubahan beresiko tinggi hingga memungkinkan aku terlempar dari komunitas yang membesarkan diri??
Namun, yaaa.. secuil apapun perubahan itu jelas dapat membuat lubang do’a menjadi ternganga. Semoga…
“Sesungguhnya manusia apabila melihat kemungkaran, kemudian tidak merubahnya, maka hampir-hampir Allah menimpakan azab dari-Nya kepada mereka semua”. (H.R. Ahmad dimusnadnya dari Abi Bakr, dishohihkan oleh Syeikh Al-Albani di kitab Shohih Al Jami , no: 1974, juz; 1/ 398.)
Saat sekarang ini, bila aku melihat media pada sudut keharuan, bisa dipastikan aku langsung meringis. Perih melihat jasad terbaring payah tanpa ada ruh yang mengisi. Alasannya bisa apapun, pembunuhan, pemerkosaan, perampokan…. dan afiks pe-an lainnya yang bisa membuatku menegangkan syaraf secara tiba-tiba.
Langsung saja emosi ku berada pada radius yang tidak normal. Aku marah, sedih, kecewa pada apa-apa yang tak mengerti kasih sayang. Pada apa-apa yang begitu haus darah sehingga karib pun hilang nyawa. Pada apa-apa yang memuja keserakahan dan merampas harta orang lain dengan hina. Pada apa-apa yang TIDAK mengerti apa-apa!!!
Tapi lalu aku merenung kembali, mengingat selentingan ‘reminder’ yang di lantunkan oleh Syeikh Islam Ibnu Taimiyah rahimuhullah, mengutip firman Allah Azza wa Jalla…
“Dan janganlah sekali kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu” (Q.S Al-Maidah:8)
Di dalam ayat ini, beliau menilik satu faedah bahwasanya janganlah melampaui batas yang telah disyariatkan terhadap pelaku maksiat, dengan sikap berlebih-lebihan dalam membenci dan menghina, atau melarang dan menghajar ( mengisolir ) atau menghukumi mereka. Akan tetapi dikatakan kepada orang bersikap yang melampaui batas terhadap mereka itu, “Uruslah dirimu sendiri, orang yang sesat tidak akan memudharatkanmu, selama kamu telah mendapat petunjuk…”
Maka kuatkanlah diri kita, pada kekukuhan iman yang sejati… ketetapan taqwa pada Allah semata…
Selain itu, beliau juga mengungkapkan hendaklah kita sebagai insan yang berakal selalu melaksanakan amar maruf nahi mungkar dalam batas yang disyariatkan Ad-Dien, Al-Islam, yaitu berilmu, lemah-lembut, sabar, dan niat yang baik serta menempuh jalan tengah (meletakkan sesuatu pada tempatnya).
Berilmu.. lemah-lembut… sabar… niat yang baik…
Hhhh…
Lagi-lagi aku menghela nafas. Memang tidak semudah yang kau bayangkan. Seringkali aku berjalan hampir seperempat perjalanan, dan kadang terhempas sampai ke tepian. Tak mudah…. sungguh… tapi ini berupa tantangan, amanah yang Allah berikan pada siapa pun yang menginginkan perubahan…
Betapa indah usaha itu bila dilakukan dengan hati yang lemah-lembut.. serta kesabaran yang begitu penuh rasa sayang… rasa sayang yang berlandaskan cinta pada Allah… pada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam… Subhanallah…
Coba kita renungkan sejenak, saudaraku sayang…
Tangisan semakin kencang terdengar
Menggelegar dalam ruang penuh denotasi
Bisa apa jiwa yang seperti ini?
Berlindung pada udara tipis yang hampir habis
Air mata mereka mungkin sudah mengering
Menjadi benih-benih kristal yang memabukkan
Perih, sungguh aku tak tahan
Sedih, sungguh aku ingin berpaling
Lama aku ratapi tatapan-tatapan gundah
Dari wajah sendu dan parah
Ronanya lenyap hingga pucat
Pucat dalam tubuh ringkihnya!!
Cintailah mereka dengan menyisihi do’a di setiap akhir shalat kita…
Hingga nanti kau kan perlahan berbisik…
Ana Uhibbukum fillah…
[midnight, 2004]